Sejarah Baitul Quran Madura
Perjalanan panjang Ma’had baitul Qur’an Madura bermula pada tahun 1973. Pondok Mansyaul Ulum Kosambih sebagai cikal bakal Ma’had baitul Qur’an Madura didirikan oleh Kyai Badrudin. Keberadaan pondok awalnya untuk mengajarkan anak-anak di desa Sana Daja ilmu agama. Sehingga jadwal belajar disesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Santri berada di pondok pada malam hari sedangkan siang santri membantu orang tauanya di sawah. Dalam perkembangan berikutnya santri tidka hanya berasal dari desa Sana Daja. Banyak masyarakat dari desa Sekitar khususnya di tiga kecamatan (kec. Pasan, Waru dan Batu Marmar) yang menitipkan anaknya di pondok untuk belajar, sehingga pondok mengembangkan dua model pendekatan untuk santri. Pertama santri colok (yaitu santri yang berasal dari desa Sana Daja), santri model ini hanya menetap di pesantren pada malam hari sedangkan siang hari mereka pulang kerumah. Kedua, santri muqim (sebagian santri berasal dari desa Sana Daja dan beberapa kecamatan sekitar).
Sana Daja adalah Desa yang terletak lebih kurang 36 km sebelah Utara kota Pamekasan dan sekitar 11 km dari kecamatan. Pasean. Sana Daja merupakan kawasan Pelosok Desa dan jauh dari keramaian kota. Kondisi ini menyebabkan masyarakat jauh dari jangkauan dakwah. Setalah kehadiran Kyai Badrudin bersama Kyai Habib dan kyai Tabrani di Desa Sana Daja berlahan masyarakat desa mulai mengenal islam.
Langkah pertama yang dilakukan oleh kyai Badruddin, Kyai. Tabrani dan Kyai. Habib adalah mendirikan masjid di kampung Kosambih merupakan kampung yang terletak diujung barat desa Sana Daja. sedangkan Kyai Habib dan Kyai Tabrani mendirikan masjid di Kampung sorren, yang terletak di wilayah paling timur desa Sana Daja. Posisi Kedua masjid menguntungkan perjalanan dakwah di desa Sana Daja. Kedua, mendirikan pondok pesantren. tahun 1973 berbekal santri colok, kyai. Badruddin mendirikan pondok pesantren Kosambih. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah santri yang belajar di pondok kosambih terus mengalami perkembangan, bahkan ada beberapa santri yang berasal dari jember, probolinggo dan beberapa daerah lain. Sedangkan kyai. Tabrani dan Kyai. Habib mendirikan pondok pesantren Darul Ihsan.
Ketiga adalah dakwah melalui jalur pendidikan. Perkembangan dakwah di desa Sana Daja terus mengalami perkembangan, dari hari kehari semakin banyak masyarakat yang merespon positif terhadap dakwah kyai. Badruddin, Kyai. Habib dan Kyai. Tabrani. Perkembangan ini kemudian berlanjut ke dunia pendidikan. Beberapa tokoh agama berinisiatif untuk mendirikan Lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan pertama kali didirikan adalah Madrasah Diniyah Nurul Ulum dan Madrasah Diniyah Al-Islamiyah. Dalam perkembangannya tokoh-tokoh desa Sana Daja berinisiatif mendirikan Lembaga pendidikan formal. Untuk memenuhi regulasi pendirian Lembaga pendidikan formal. Maka ditetapkan kesepakatan bersama untuk mendirikan Yayasan, sedangkan kebutuhan administrasi legalitas, maka setiap tokoh diminta iuran sebesar Rp. 5.000. anggota Yayasan Al-Mukhlishin berasal dari beberapa desa yakni. Desa Sana Daja, Waru Timur (tepatnya Dusun Pancong). Ketua Yayasan petama kali. Bapak Mardawi yang juga menjabat sebagai kepala MTs. Mansyaul Ulum. Untuk memudahkan proses administrasi maka sekretariat Yayasan diletakkan di Dusun Pancong Waru Timur Waru Pamekasan.
Berdirinya Yayasan Al-Mukhlisin kemudian menjadi awal dari era baru perkembanagn dakwah di Desa Sana Daja. Era dimana dakwah tidak hanya diterima oleh masyarakat desa Sana Daja akan tetapi semakin meluas ke dusun Pancong. Selain itu berdirinya Yayasan mengubah peta dakwah, dari penguatan Lembaga non-formal menuju berdirnya beberapa Lembaga pendidikan formal.
Lembaga pertama kali berdiri adalah RA Hidayatul Islam. Setelah itu Kyai. Badruddin mendirikan MD Nurul Ulum yang dikemudian hari berubah menjadi Lembaga Madrasah Ibtidaiyah formal (MI). Lembaga ini yang menjdi cikal-bakal berdirinya Madarsah Ibtidaiyah Negeri Pamekasan 2 desa Sana Daja dan MI Nurul Ulum dikembalikan statusnya menjadi madrasah Diniyah Nurul Ulum. Sedangkan Kyai. Tabrani dan kyai. Habib mendirikan MI Al-Islamiyah yang berubah menjadi Madrasah Diniyah setelah pemerintah mendirikan SDN Sana Daja 02, MI Al-Islamiyah statusnya kembali menjadi madrasah diniyah.
Untuk memudahkan akses pendidikan bagi masyarakat, di dusun Barat Gunung dan Dusun Laok Gunung didirikan Lembaga pendidikan Syamsul Ulum dan Mansyaul Ulum. Sedangkan di dusn Daja Gunung didirikan Lembaga pendidikan Diniyah Qomarul Ulum, kemudian dusun Pancong berdiri Lembaga pendidikan Badrul Ulum yang semuanya berada dalam satu Yayasan yakni Yayasan Al-Mukhlishin. Pada tahun 1985 beberapa tokoh berinisiatif untuk mendirikan Lembaga pendidikan lanjutan yakni Madrasah Tsanawiyah. Izin operasional Lembaga Tsanawiyah terbit pada tahun 1987.
Pada tahun 1990 tepatnya 2 tahun sebelum kyai. Badruddin meninggal, atas inisiatif beberapa tokoh desa Sana Daja didirikan Madrasah Aliyah Mansyaul Ulum, perkembangan Lembaga pendidikan Aliyah tidak seperti MTs Mansyaul Ulum. Sehingga pada tahun 1997 MA Mansyaul Ulum fakum, berhentinya kegiatan pendidikan di MA dipengaruhi oleh factor meninggalnya Kyai. Badruddin tidak lama setelah berdirinya MA. Mansyaul Ulum. Pada tahun 2007 beberapa tokoh berikhtiyar mendorong agar MA. Mansyaul Ulum bisa melaksanakan kegiatan pembelajaran lagi.
Sama halnya dengan lembaga pendidikan formal. Setelah kyai badruddin meninggal, Pondok pesantren Mansyaul Ulum Kosambih mengalami masa kemunduran. Tidak adanya penerus Kyia Badruddin yang sudah dewasa, menyebakan pondok pesantren sulit mengalami perkembangan. Disamping itu, faktor kultural yakni, pandangan masyarakat desa Sana Daja yang meyakini bahwa kyai merupakan jabatan yang diwariskan secara turun temurun menyebabkan pondok pesantren kosambih mengalami kekosongan kepemimpinan pasca meninggalnya kyai. Badruddin.
Setelah perjalanan panjang tersebut, beberapa tokoh yang berasal dari berbagai kalangan berinisiatif untuk menghidupkan kembali pondok pesantren Kosambih. Ide meneruskan perjuangan dakwah melalui pendidikan kemudian diakomodir oleh beberapa putra tokoh desa Sana Daja dan alumni pondok pesantren kosambih yang telah menyelesaikan pendidikan di luar daerah.
Untuk menghadapai berbagai persoalan dan tuntutan masyarakat modern putra Kyai Badruddin memperbaharui pendidikan pondok. Pembahruan dimuali dari konsep pondok yang menekankan pada Program tahfidz dan bahasa Arab, serta perubahan pola manajemen yang memadukan manajemen Modern dan manajemen tradisional. Untuk mengakomodir perubahan tersebut maka pondok pesantren Kosambih dirubah menjadi Ma’had Baitul Qur’an Madura. Untuk memudah regulasi dan administrasi tahun 2019 didirikan Yayasan Pendidikan Dakwah dan Sosial kyai Badruddin yang membawahi Ma’had baitul Qur’an Madura, MTs. Mansyaul Ulum dan MA Mansyaul Ulum.
Baitul Quran Madura Terkini
Baitul Quran Madura (BQM) berkembang begitu pesat, kehadiran santri baru yang membludak membuat kami harus membatasi jumlah maksimal santri baru yang kami terima, hal ini tidak lain untuk menjaga kenyamanan santri dan mencegah overload pada asrama serta pada fasilitas yang ada.
Untuk meresponse antusiasme masyarakat yang begitu besar, maka sejak beberapa tahun yang lalu Mahad Baitul Quran terus berupaya melakukan peningkatan di segala sisi termasuk di antaranya adalah membangun gedung baru yang dapat menampung lebih banyak santri.